Ticker

6/recent/ticker-posts

Kelompok Disabilitas Minta Komisi III Dorong Inklusifitas Layanan Transportasi Publik Dibenahi

    Komisi III DPRD Kota Bandung menerima audiensi dari Forum Komunikasi Disabilitas Jawa Barat, di Ruang Rapat Komisi III, Senin, 4 Agustus 2025. Mereka merupakan perwakilan dari teman-teman disabilitas Bandung Independent Living Centre (BILIC), Disabilitas Tanpa Batas (DTB), yayasan pesantren disabilitas Mihrab Quran, hingga Kawan Stroke Indonesia (KASI).

Kedatangan mereka disambut hangat Ketua Komisi III DPRD Kota Bandung, Agus Hermawan, S.A.P., Wakil Ketua H. Agus Andi Setyawan, S.Pd.I, serta para Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung, H. Andri Rusmana, S.Pd.I., H. Sutaya, S.H., M.H., Aan Andi Purnama, S.E., M.M.Inov., Yoel Yosaphat, ST., dan AA Abdul Rozak, S.Pd.I., M.Ag;

Warga disabilitas ini berharap ada dorongan dari Komisi III DPRD Kota Bandung kepada Pemerintah Kota Bandung yang sedang mencoba membenahi sistem transportasi publik. Mereka ingin dilibatkan supaya usulan dan rekomendasi bagi sistem transportasi publik bisa mendukung kemudahan aksesibilitas warga difabel.

“Kami mendengar Kota Bandung akan ada layanan BRT (bus rapid transit). Tetapi teman-teman disabilitas terutama pengguna kursi roda masih harus dibantu karena kemandiriannya belum dapat. Maksudnya inklusi itu kan harus mandiri. Naik-turun tanpa dibantu. Di Jakarta ada bus low-deck. Platform naik sejajar dengan deck bus. Sudah sangat cukup. Teman-teman disabilitas penglihatan juga minta audio pengarah di dalam layanan transportasi publik,” tutur Corfied, dari Disabilitas Tanpa Batas.

Forum Komunikasi Disabilitas Jawa Barat ini juga ingin DPRD melecut Pemerintah Kota Bandung untuk mengimplementasikan serius jargon-jargon yang mengusung istilah “inklusi”. Sebab, selama ini mereka merasa sarana dan fasilitas layanan publik masih belum memenuhi unsur inklusifitas, terutama di ranah transportasi publik. Mereka hanya berharap infrastruktur yang dibangun bisa mengakomodir kebutuhan warga difabel agar mereka bisa mandiri beraktifitas tanpa perlu bergantung pada pendamping atau orang lain yang membantu mengakses layanan publik.

Ustaz Muhammad Isa, dari Yayasan Mihrab Quran mengungkapkan bahwa kehidupan sehari-hari teman disabilitas sungguh berat. Bagi pengguna kursi roda seperti Muhammad Isa, aksesibilitas layanan publik masih harus ditopang bantuan pendamping. Soal transportasi untuk berpindah tujuan menjadi persoalan berat bagi mereka.

“Kebutuhan difabel itu berat. Harapannya ada diskon karena biasanya kami ada pendamping. Mudah-mudahan ada potongan, biar yang disabilitas yang bayar. Ke mana-mana kami ongkosnya harus sepaket dengan pendamping karena ke mana-mana harus didampingi, dibantu. Tetapi kalau (layanan publik) sudah bisa diakses disabilitas, tentu bisa diakses oleh masyarakat lain,” ujarnya.

Aden, dari BILIC berharap perancangan sistem transportasi publik di Kota Bandung bisa melibatkan teman-teman disabilitas sehingga pemanfaatannya nanti bisa sesuai kebutuhan. Termasuk akses menuju trotoar dan halte bus yang nanti akan dibangun, tidak mengulangi kesalahan di masa lalu. Ramp atau jalur akses bagi pengguna kursi roda tidak boleh melebihi kemiringan tujuh derajat supaya mereka bisa mudah mengakses tanpa perlu dibantu orang lain.

“Di tahun 1995 saya jalan-jalan 12 kilometer di Australia merasa nyaman bersama teman disabilitas pengguna kursi roda. Untuk semua masyarakat nyaman, infrastruktur penunjang disabilitas juga nyaman. Kami semua ingin mandiri, tanpa bantuan kursi roda kami didorong-dorong,” ujarnya.

Dukungan Dewan

Anggota Komisi III Agus Andi Setyawan menuturkan, aspirasi dari warga disabilitas ini sebetulnya sudah tertuang di dalam visi Bandung UTAMA. Makna Terbuka dalam jargon pasangan kepala daerah Muhammad Farhan dan H. Erwin itu tentu wajib memasukkan kebijakan-kebijakan yang inklusif.

“Ini menjadi pembahasan yang menyita perhatian kita di Komisi III. Tentunya ini sesuatu yang sangat penting. Saya harap kebijakan juga harus berpihak kepada kaum rentan.

Kota Bandung harus mengakomodir masalah ini. Apalagi kita jargonnya Bandung Utama. Kami akan mendorong Dishub, Pemkot, harus mengakomodir teman-teman disabilitas di Bandung kota terbuka ini,” katanya.

Anggota Komisi III Yoel Yosaphat mengatakan, peningkatan kualitas infrastruktur yang dibutuhkan teman-teman disabilitas bukan hanya bus, tetapi mencakup trotoar, akses gedung, dan lain sebagainya. Dalam menghadapi rencana BRT dan Angkot Pintar yang digagas Pemkot Bandung sekarang, rekomendasi dari teman disabilitas ini harus menjadi catatan ke depan.

“Andaikata kondisi eksisting tidak dibenahi, harus ada jaminan layanan ke depan bisa lebih baik. Jangan sampai BRT dan Angkot Pintar sia-sia. BRT juga harus memenuhi infrastruktur pendukungnya seperti akses trotoar, ramp, dan halte. Coba bayangkan, berapa sih kejadian-kejadian kecelakaan yang sudah dialami teman-teman disabilitas selama ini? Berapa peristiwa tak nyaman yang dialami sehari-hari? Sudah saatnya kita berbenah,” ujarnya.

Anggota Komisi III Andri Rusmana menyatakan, warga difabel dan nondifabel harus mendapatkan hak yang sama berkenaan dengan kenyamanan layanan. Semua harus bisa merasakan fasilitas yang sama. Begitu pun aksesibilitas di Kota Bandung yang sering menjadi catatan. “Ini menjadi tugas Dishub, DPU. Belum optimalnya sarana dan prasarana, akses, informasi visual, audio, di layanan BRT tentu harus dibenahi. Butuh kajian untuk memenuhi kebutuhan penumpang difabel. Perlakuannya kan tidak bisa disamakan. Penyusunan roadmap inklusifitas transportasi publik harus melibatkan teman disablitas. Program ini harus dievaluasi secara periodik,” katanya.

Anggota Komisi III H. Sutaya menuturkan, Komisi III telah menangkap keinginan Forum Komunikasi Disabilitas. “Hasil pertemuan ini, kami selaku Anggota DPRD memohon maaf karena layanan publik belum optimal. Tetapi di Komisi III kami akan terus memperjuangkan aspirasi ini. Kami akan terus mengawal karena ini fungsi tugas kami,” ujarnya.

Anggota Komisi III AA Abdul Rozak menegaskan bahwa mereka akan selalu hadir dan mendampingi teman-teman disabilitas dan mendorong semua harapan diakomodir Dinas Perhubungan Kota Bandung.

Anggota Komisi III Aan Andi Purnama menambahkan, fokus perhatian dewan bagi teman disabilitas tidak hanya di isu transportasi saja. Mereka akan memperjuangkan komponen pembangunan kota yang dibutuhkan teman disabilitas.

“Termasuk regulasi. Saya sering mengkritik dinas pekerjaan umum yang membuat trotoar tidak ramah buat disabilitas. Jangan khawatir. Kami di Komisi III sudah wajibnya membela warga disabilitas. Artinya teman-teman disabilitas ini menjadi prioritas di agenda audiensi Komisi III,” ujarnya.

Menutup audiensi, Ketua Komisi III Agus Hermawan meminta kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung serta OPD lainnya untuk menerapkan rancangan sarana dan fasilitas publik yang inklusif secara serius. “Tolong diperjuangkan karena kita tidak membedakan warga, karena seluruh warga punya hak yang sama,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Kepala BLUD Angkutan Dishub Kota Bandung Yudhiana mengatakan, untuk saat ini fasilitas yang ada masih memanfaatkan armada Trans Pasundan yang telah berjalan. Diharapkan saat BRT nanti beroperasi seluruh fasilitas yang menunjang kebutuhan dan kemudahan warga disabilitas bisa terpenuhi.

“Sesuai dengan regulasi, permintaan kelompok disabilitas ini masuk spesifikasi yang diwajibkan. BRT nantinya memfasilitasi disabilitas pengguna kursi roda, audio announcer, sampai running text. Diharapkan semua kebutuhan disabilitas akan terfasiitasi. Termasuk di shelter atau halte,” katanya.(humaspro)

Posting Komentar

0 Komentar